MINANGKABAU
MINANGKABAU
- Asal Usul
Nama Minangkabau
berasal dari dua kata minang dan kabau. Nama itu dikaitkan dengan suatu
legenda khas Minang yang dikenal di dalam tambo. Dari tambo tersebut, konon pada suatu masa ada suatu kerajaan asing ( biasa ditafsirkan sebagai Majapahit ) yang datang dari laut dan akan melakukan penaklukan. Untuk mencegah pertempuran, masyarakat setempat mengusulkan untuk mengadu kerbau. Pasukan asing tersebut menyetujui dan menyediakan seekor kerbau yang besar dan agresif, sedangkan masyarakat setempat menyediakan seekor anak kerbau yang lapar. dalam pertempuran, anak kerbau yang lapar itu menyangka kerbau besar tersebut adalah induknya. Maka anak kerbau tersebut langsung berlari mencari susu dan menanduk hingga mencabik-cabik perut kerbau besar tersebut. Kemenangan itu menginspirasi masyarakat setempat untuk memakai nama Minangkabau yang berasal dari ucapan "Manang Kabau" yang artinya menang kerbau
Kisah tambo ini juga dijumpai dalam hikayat Raja-raja pasai dan juga menyebutkan bahwa kemenangan itu menjadikan negeri yang sebelumnya bernama Pariaman ( Pariangan ) menggunakan nama tersebut. Selanjutnya penggunaan nama Minangkabau juga digunakan untuk menyebut sebuah nagari yaitu Nagari Minangkabau yang terletak di Kecamatan Sungayang, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat.
Masyarakat
Minang merupakan bagian dari masyarakat Deutro Melayu (Melayu Muda) yang
melakukan migrasi dari daratan China Selatan ke pulau Sumatera sekitar
2.500–2.000 tahun yang lalu. Diperkirakan kelompok masyarakat ini masuk dari
arah timur pulau Sumatera, menyusuri aliran sungai Kampar sampai ke dataran
tinggi yang disebut darek dan menjadi kampung halaman orang Minangkabau.
Beberapa kawasan darek ini kemudian membentuk semacam konfederasi yang dikenal
dengan nama luhak, yang selanjutnya disebut juga dengan nama Luhak Nan Tigo,
yang terdiri dari Luhak Limo Puluah, Luhak Agam, dan Luhak Tanah Data. Pada
masa pemerintahan Hindia-Belanda, kawasan luhak tersebut menjadi daerah
teritorial pemerintahan yang disebut afdeling, dikepalai oleh seorang residen
yang oleh masyarakat Minangkabau disebut dengan nama Tuan Luhak.
Awalnya
penyebutan orang Minang belum dibedakan dengan orang Melayu, namun sejak abad
ke-19, penyebutan Minang dan Melayu mulai dibedakan melihat budaya matrilineal
yang tetap bertahan berbanding patrilineal yang dianut oleh masyarakat Melayu
umumnya. Kemudian pengelompokan ini terus berlangsung demi kepentingan sensus
penduduk maupun politik.
Letak geografis Minangkabau ( Sumatera
Barat ) terletak pada 00 45 LU – 30 36 LS dan 980 36
– 1010 53 BT. Sebelah utara berbatasan dengan Provinsi Sumatera
Utara, sebelah selatan berbatasan dengan Provinsi Jambi dan Provinsi Bengkulu,
sebelah Barat berbatasan dengan Samudera Hindia dan sebelah timur berbatasan
dengan Riau.
Daerah Provinsi Sumatera Barat terdiri dari delapan kabupaten dan enam
kota madya, dengan total luas wilayah 42.297,30 km2 yang meliputi
luas daratan seluas 35.490,30 km2
3. Adat dan budaya
Menurut
tambo, sistem adat Minangkabau pertama kali dicetuskan oleh dua orang bersaudara,
Datuk Ketumanggungan dan Datuk Perpatih Nan Sebatang. Datuk Ketumanggungan
mewariskan sistem adat Koto Piliang yang aristokratis, sedangkan Datuk Perpatih
mewariskan sistem adat Bodi Caniago yang egaliter. Dalam perjalanannya, dua
sistem adat yang dikenal dengan kelarasan ini saling isi mengisi dan membentuk
sistem masyarakat Minangkabau.
Dalam
masyarakat Minangkabau, ada tiga pilar yang membangun dan menjaga keutuhan
budaya serta adat istiadat. Mereka adalah alim ulama, cerdik pandai, dan ninik
mamak, yang dikenal dengan istilah Tungku Tigo Sajarangan. Ketiganya saling
melengkapi dan bahu membahu dalam posisi yang sama tingginya. Dalam masyarakat
Minangkabau yang demokratis dan egaliter, semua urusan masyarakat
dimusyawarahkan oleh ketiga unsur itu secara mufakat.
4. Matrilineal
Saat ini
masyarakat Minang merupakan masyarakat penganut matrilineal terbesar di dunia.
Matrilineal merupakan salah satu aspek utama dalam mendefinisikan identitas
masyarakat Minang. Adat dan budaya mereka menempatkan pihak perempuan bertindak
sebagai pewaris harta pusaka dan kekerabatan. Garis keturunan dirujuk kepada
ibu yang dikenal dengan Samande (se-ibu), sedangkan ayah mereka disebut oleh
masyarakat dengan nama Sumando (ipar) dan diperlakukan sebagai tamu dalam
keluarga.
Kaum
perempuan di Minangkabau memiliki kedudukan yang istimewa sehingga dijuluki
dengan Bundo Kanduang, memainkan peranan dalam menentukan keberhasilan
pelaksanaan keputusan-keputusan yang dibuat oleh kaum lelaki dalam posisi
mereka sebagai mamak (paman atau saudara dari pihak ibu), dan penghulu (kepala
suku). Pengaruh yang besar tersebut menjadikan perempuan Minang disimbolkan
sebagai Limpapeh Rumah Nan Gadang (pilar utama rumah). Walau kekuasaan sangat
dipengaruhi oleh penguasaan terhadap aset ekonomi namun kaum lelaki dari
keluarga pihak perempuan tersebut masih tetap memegang otoritas atau memiliki
legitimasi kekuasaan pada komunitasnya.
5.
Bahasa
Bahasa
Minangkabau termasuk salah satu anak cabang rumpun bahasa Austronesia. Walaupun
ada perbedaan pendapat mengenai hubungan bahasa Minangkabau dengan bahasa
Melayu, ada yang menganggap bahasa yang dituturkan masyarakat ini sebagai
bagian dari dialek Melayu, karena banyaknya kesamaan kosakata dan bentuk
tuturan di dalamnya, sementara yang lain justru beranggapan bahasa ini
merupakan bahasa mandiri yang berbeda dengan Melayu serta ada juga yang
menyebut bahasa Minangkabau merupakan bahasa Proto-Melayu. Selain itu dalam
masyarakat penutur bahasa Minang itu sendiri juga sudah terdapat berbagai macam
dialek bergantung kepada daerahnya masing-masing.
Pengaruh
bahasa lain yang diserap ke dalam bahasa Minang umumnya dari Sanskerta, Arab,
Tamil, dan Persia. Kemudian kosakata Sanskerta dan Tamil yang dijumpai pada
beberapa prasasti di Minangkabau telah ditulis menggunakan bermacam aksara di
antaranya Dewanagari, Pallawa, dan Kawi. Menguatnya Islam yang diterima secara
luas juga mendorong masyarakatnya menggunakan Abjad Jawi dalam penulisan
sebelum berganti dengan Alfabet Latin.
6.
Kesenian
Masyarakat
Minangkabau memiliki berbagai macam atraksi dan kesenian, seperti tari-tarian
yang biasa ditampilkan dalam pesta adat maupun perkawinan. Di antara
tari-tarian tersebut misalnya :
- Tari Pasambahan
Merupakan tarian yang dimainkan dengan maksud sebagai ucapan selamat datang ataupun ungkapan rasa hormat kepada tamu istimewa yang baru saja sampai.
- Tari Piring
Merupakan bentuk tarian dengan gerak
cepat dari para penarinya sambil memegang piring pada telapak tangan,
masing-masing yang diiringi dengan lagu yang dimainkan oleh talempong dan
saluang.
- Silek atau Silat Minangkabau
Merupakan suatu seni bela diri
tradisional khas suku ini yang sudah berkembang sejak lama. Dewasa ini Silek
tidak hanya diajarkan di Minangkabau saja, namun juga telah menyebar ke
seluruh Kepulauan Melayu bahkan hingga ke Eropa dan Amerika
- Tari randai
Merupakan tarian yang bercampur dengan silek.
Randai biasa diiringi dengan nyanyian atau disebut juga dengan sijobang. Dalam
randai ini juga terdapat seni peran (acting) berdasarkan skenario
Minangkabau
juga sangat menonjol dalam seni berkata-kata. Terdapat tiga genre seni
berkata-kata, yaitu pasambahan (persembahan), indang, dan salawat dulang. Seni
berkata-kata atau bersilat lidah, lebih mengedepankan kata sindiran, kiasan,
ibarat, alegori, metafora, dan aforisme. Dalam seni berkata-kata seseorang
diajarkan untuk mempertahankan kehormatan dan harga diri, tanpa menggunakan
senjata dan kontak fisik.
7.
Olahraga
Beberapa pertandingan
tradisional lainnya yang masih dilestarikan dan menjadi hiburan bagi masyarakat
Minang antara lain :
- Pacuan Kuda
Merupakan olahraga berkuda
yang telah lama ada di nagari-nagari Minang, dan sampai saat ini masih
diselenggarakan oleh masyarakatnya, serta menjadi perlombaan tahunan yang
dilaksanakan pada kawasan yang memiliki lapangan pacuan kuda. Beberapa
pertandingan tradisional lainnya yang masih dilestarikan dan menjadi hiburan
bagi masyarakat Minang antara lain lomba pacu jawi dan pacu
itik.
- Sipak rago atau nama lainnya sepak takraw
Merupakan olah raga masyarakat
tradisional minang yang dimainkan sedikitnya lima atau empat orang, bolanya
terbuat dari anyaman rotan dan bola ditendang dari setinggi pinggang sampai
setinggi kepala oleh sekelompok orang yang berdiri melingkar
Rumah adat
suku Minangkabau disebut dengan Rumah Gadang. Rumah adat ini dibuat berbentuk
empat persegi panjang dan dibagi atas dua bagian muka dan belakang. Umumnya
berbahan kayu, dan sepintas kelihatan seperti bentuk rumah panggung dengan atap
yang khas menonjol seperti tanduk kerbau yang biasa disebut gonjong. Dahulunya
atap ini berbahan ijuk sebelum berganti dengan atap seng. Di halaman depan
Rumah Gadang, biasanya didirikan dua sampai enam buah Rangkiang yang
digunakan sebagai tempat penyimpanan padi milik keluarga yang
menghuni Rumah Gadang tersebut.
Hanya kaum perempuan bersama suaminya
beserta anak-anak yang menjadi penghuni Rumah Gadang, sedangkan laki-laki kaum
tersebut yang sudah beristri, menetap di rumah istrinya. Jika laki-laki anggota
kaum belum menikah, biasanya tidur di surau (musholah). Surau biasanya dibangun
tidak jauh dari komplek Rumah Gadang tersebut, selain berfungsi sebagai tempat
ibadah, juga berfungsi sebagai tempat tinggal lelaki dewasa namun belum
menikah.
Prosesi
perkawinan adat Minangkabau disebut baralek, mempunyai beberapa tahapan yang
umum dilakukan yaitu :
- Maminang (meminang)
- Manjapuik marapulai (menjemput pengantin pria)
- Basandiang (bersanding di pelaminan).
10.
Masakan khas
Istilah "Masakan Minangkabau" telah
terlanjur dikenal masyarakat awam dengan sebutan Masakan Padang dengan ciri
khas menggunakan santan dan daging, memiliki rasa pedas dari penggunaaan bumbu
dan rempah-rempah yang kaya, seperti cabai, serai, lengkuas, kunyit, jahe, bawang
putih dan bawang merah. Beberapa di antaranya diketahui memiliki aktivitas
antimikroba yang kuat, sehingga tidak mengherankan jika ada masakan Minang yang
dapat bertahan lama. Masakan ini lebih dikenal dengan sebutan Masakan
Padang,
Resep makanan dan variasi masakan Sumatera Barat
bukan hanya berasal dari kota Padang melainkan gabungan beberapa kuliner
daerah, kota atau kabupatennya, antara lain Bukittinggi, Padang, Padang
Panjang, Payakumbuh, Solok, Batusangkar, Agam, Dharmasraya dan sebagainya.
Berdasarkan cara pembuatannya makanan minangkabau
itu dirandang, digulai, dibakar, dilempap, direbus, diulam (makanan mentah).
Masakan Minangkabau ini akan lebih nikmat jika cara membuatnya menggunakan
tunggu (bukan api kompor).
Salah satu masakan tradisional Minang
yang terkenal adalah Rendang, yang mendapat pengakuan dari seluruh dunia
sebagai hidangan terlezat. Masakan yang khas lainnya antara lain Asam Pedas,
Soto Padang, Sate Padang, dan Dendeng Balado.
11.
Persukuan
Suku dalam
tatanan Masyarakat Minangkabau merupakan basis dari organisasi sosial,
sekaligus tempat pertarungan kekuasaan yang fundamental. Setiap suku dalam
tradisi Minang diurut dari garis keturunan yang sama dari pihak ibu, dan
diyakini berasal dari satu keturunan nenek moyang yang sama.
Suku
terbagi-bagi ke dalam beberapa cabang keluarga yang lebih kecil atau disebut
payuang (payung). Adapun unit yang paling kecil setelah sapayuang disebut
saparuik. Sebuah paruik (perut) biasanya tinggal pada sebuah Rumah Gadang
secara bersama-sama.
12.
Nagari
Daerah
Minangkabau terdiri atas banyak nagari. Nagari ini merupakan daerah otonom
dengan kekuasaan tertinggi di Minangkabau. Tidak ada kekuasaan sosial dan
politik lainnya yang dapat mencampuri adat di sebuah nagari. Nagari yang
berbeda akan mungkin sekali mempunyai tipikal adat yang berbeda.
Tiap nagari
dipimpin oleh sebuah dewan yang terdiri dari pemimpin suku dari semua suku yang
ada di nagari tersebut. Dewan ini disebut dengan Kerapatan Adat Nagari (KAN).
Dari hasil musyawarah dan mufakat dalam dewan inilah sebuah keputusan dan
peraturan yang mengikat untuk nagari itu dihasilkan.
Dalam pembentukan
suatu nagari sejak dahulunya telah dikenal dalam istilah pepatah yang ada pada
masyarakat adat Minang itu sendiri yaitu Dari Taratak manjadi Dusun, dari
Dusun manjadi Koto, dari Koto manjadi Nagari, Nagari ba Panghulu. Jadi dalam
sistem administrasi pemerintahan di kawasan Minang dimulai dari struktur
terendah disebut dengan Taratak, kemudian berkembang menjadi Dusun,
kemudian berkembang menjadi Koto dan kemudian berkembang
menjadi Nagari. Biasanya setiap nagari yang dibentuk minimal telah terdiri
dari 4 suku yang mendomisili kawasan tersebut. Selanjutnya sebagai pusat
administrasi nagari tersebut dibangunlah sebuah Balai Adat sekaligus
sebagai tempat pertemuan dalam mengambil keputusan bersama para penghulu di
nagari tersebut.
13.
Penghulu
Penghulu atau
biasa yang digelari dengan datuk, merupakan kepala kaum keluarga yang diangkat
oleh anggota keluarga untuk mengatur semua permasalahan kaum. Penghulu biasanya
seorang laki-laki yang terpilih di antara anggota kaum laki-laki lainnya.
Setiap kaum-keluarga akan memilih seorang laki-laki yang pandai berbicara,
bijaksana, dan memahami adat, untuk menduduki posisi ini. Hal ini dikarenakan
ia bertanggung jawab mengurusi semua harta pusaka kaum, membimbing kemenakan,
serta sebagai wakil kaum dalam masyarakat nagari. Setiap penghulu berdiri
sejajar dengan penghulu lainnya, sehingga dalam rapat-rapat nagari semua suara
penghulu yang mewakili setiap kaum bernilai sama.
14.
Kerajaan
Beberapa kerajaaan yang ada di wilayah Minangkabau antara lain :
- Kerajaan Dharmasraya
- Kerajaan Pagaruyung
- Kerajaan Inderapura.
15. Agama
Budaya Minangkabau pada mulanya
bercorakkan budaya animisme dan Hindu - Budha. Kemudian sejak kedatangan para
reformis Islam dari Timur Tengah pada akhir abad ke-18, adat dan
budaya Minangkabau yang tidak sesuai dengan hukum islam dihapuskan. Para ulama yang
dipelopori oleh Haji Piobang, Haji Miskin, dan Haji Sumanik, mendesak Kaum Adat untuk mengubah pandangan budaya
Minang yang sebelumnya banyak berkiblat kepada budaya animisme dan Hindu-Budha,
untuk berkiblat kepada syariat islam. Budaya menyabung ayam, mengadu
kerbau, berjudi, minum tuak, diharamkan dalam pesta-pesta adat masyarakat
Minang.
Reformasi budaya di Minangkabau
terjadi setelah Perang Padri yang
berakhir pada tahun 1837. Hal ini ditandai dengan adanya perjanjian di Bukit
Marapalam antara alim ulama, tokoh adat, dan cadiak pandai (cerdik
pandai). Mereka bersepakat untuk mendasarkan adat budaya Minang pada syariat
Islam. Kesepakatan tersebut tertuang dalam Adat basandi syarak, syarak
basandi kitabullah. Syarak mangato adat mamakai. (Adat bersendikan
kepada syariat, syariat bersendikan kepada Al- kuran).
Sejak reformasi budaya dipertengahan
abad ke-19, pola pendidikan dan pengembangan manusia di Minangkabau
berlandaskan pada nilai-nilai Islam. Sehingga sejak itu, setiap kampung atau
jorong di Minangkabau memiliki masjid, selain surau yang ada di tiap-tiap lingkungan
keluarga. Pemuda Minangkabau yang beranjak dewasa, diwajibkan untuk tidur di
surau. Di surau, selain belajar mengaji, mereka juga ditempa latihan fisik
berupa ilmu bela diri pencak silat.
16.
Harta pusaka
Dalam budaya Minangkabau terdapat dua
jenis harta pusaka, yakni harta pusaka tinggi dan harta pusaka rendah
Harta pusaka tinggi adalah harta milik
seluruh anggota keluarga yang diperoleh secara turun temurun melalui pihak perempuan.
Harta ini berupa rumah, sawah, ladang, kolam, dan hutan. Anggota kaum memiliki hak pakai dan biasanya
pengelolaan diatur oleh datuk kepala kaum. Hak pakai dari harta pusaka tinggi
ini antara lain: hak membuka tanah, memungut hasil, mendirikan rumah, menangkap
ikan hasil kolam, dan hak menggembala.
Pada hakikatnya, harta pusaka tinggi
merupakan amanah dari leluhur yang tidak diketahui siapa pemilik aslinya, dan
diwasiatkan berdasarkan garis keturunan ibu. Harta pusaka tinggi termasuk
kategori wakaf, yang boleh dimanfaatkan oleh pihak keluarga namun tidak boleh
diperjualbelikan dan hanya boleh digadaikan namun harus dimusyawarahkan dahulu
dengan petinggi kaum, diutamakan di gadaikan kepada suku yang sama tetapi dapat
juga di gadaikan kepada suku lain.
Tergadainya harta pusaka tinggi karena empat hal:
- Gadih gadang indak balaki (perawan tua yang belum bersuami)
Jika tidak ada biaya untuk mengawinkan anak wanita, sementara
umurnya sudah telat.
- Mayik tabujua di ateh rumah (mayat terbujur di atas rumah)
Jika tidak ada biaya untuk mengurus jenazah yang harus segera
dikuburkan.
- Rumah gadang katirisan (rumah besar bocor)
Jika tidak ada biaya untuk renovasi rumah, sementara rumah sudah
rusak dan lapuk sehingga tidak layak huni.
- Mambangkik batang tarandam (membongkar kayu yang terendam)
Jika tidak ada biaya untuk pesta pengangkatan penghulu ( Datuk ) atau biaya untuk menyekolahkan seorang
anggota kaum ke tingkat yang lebih tinggi.
17. Masyarakat Minangkabau
Sebutan orang Minang seringkali
disamakan sebagai orang Padang, hal ini merujuk pada nama ibu kota provinsi
Sumatera Barat yaitu kota Padang. Namun, masyarakat ini biasanya akan menyebut
kelompoknya dengan sebutan urang awak, yang bermaksud sama dengan orang Minang
itu sendiri.
Referensi
:
0 Response to "MINANGKABAU"
Posting Komentar