MINANGKABAU



MINANGKABAU

  1. Asal Usul
                Nama Minangkabau berasal dari dua kata minang dan kabau. Nama itu dikaitkan dengan suatu legenda khas Minang yang dikenal di dalam tambo. Dari tambo tersebut, konon pada suatu masa ada suatu kerajaan asing ( biasa ditafsirkan sebagai Majapahit ) yang datang dari laut dan akan melakukan penaklukan. Untuk mencegah pertempuran, masyarakat setempat mengusulkan untuk mengadu kerbau. Pasukan asing tersebut menyetujui dan menyediakan seekor kerbau yang besar dan agresif, sedangkan masyarakat setempat menyediakan seekor anak kerbau yang lapar. dalam pertempuran, anak kerbau yang lapar itu menyangka kerbau besar tersebut adalah induknya. Maka anak kerbau tersebut langsung berlari mencari susu dan menanduk hingga mencabik-cabik perut kerbau besar tersebut. Kemenangan itu menginspirasi masyarakat setempat untuk memakai nama Minangkabau yang berasal dari ucapan "Manang Kabau" yang artinya menang kerbau

Kisah tambo ini juga dijumpai dalam hikayat Raja-raja pasai dan juga menyebutkan bahwa kemenangan itu menjadikan negeri yang sebelumnya bernama Pariaman ( Pariangan ) menggunakan nama tersebut. Selanjutnya penggunaan nama Minangkabau juga digunakan untuk menyebut sebuah nagari yaitu Nagari Minangkabau yang terletak di Kecamatan Sungayang, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat.

                Masyarakat Minang merupakan bagian dari masyarakat Deutro Melayu (Melayu Muda) yang melakukan migrasi dari daratan China Selatan ke pulau Sumatera sekitar 2.500–2.000 tahun yang lalu. Diperkirakan kelompok masyarakat ini masuk dari arah timur pulau Sumatera, menyusuri aliran sungai Kampar sampai ke dataran tinggi yang disebut darek dan menjadi kampung halaman orang Minangkabau. Beberapa kawasan darek ini kemudian membentuk semacam konfederasi yang dikenal dengan nama luhak, yang selanjutnya disebut juga dengan nama Luhak Nan Tigo, yang terdiri dari Luhak Limo Puluah, Luhak Agam, dan Luhak Tanah Data. Pada masa pemerintahan Hindia-Belanda, kawasan luhak tersebut menjadi daerah teritorial pemerintahan yang disebut afdeling, dikepalai oleh seorang residen yang oleh masyarakat Minangkabau disebut dengan nama Tuan Luhak.

                Awalnya penyebutan orang Minang belum dibedakan dengan orang Melayu, namun sejak abad ke-19, penyebutan Minang dan Melayu mulai dibedakan melihat budaya matrilineal yang tetap bertahan berbanding patrilineal yang dianut oleh masyarakat Melayu umumnya. Kemudian pengelompokan ini terus berlangsung demi kepentingan sensus penduduk maupun politik.

2.      Letak Geografis

Letak geografis Minangkabau ( Sumatera Barat ) terletak pada 00 45 LU – 30 36 LS dan 980 36 – 1010 53 BT. Sebelah utara berbatasan dengan Provinsi Sumatera Utara, sebelah selatan berbatasan dengan Provinsi Jambi dan Provinsi Bengkulu, sebelah Barat berbatasan dengan Samudera Hindia dan sebelah timur berbatasan dengan Riau.

Daerah Provinsi Sumatera  Barat terdiri dari delapan kabupaten dan enam kota madya, dengan total luas wilayah 42.297,30 km2 yang meliputi luas daratan seluas 35.490,30 km2  

3. Adat dan budaya

                Menurut tambo, sistem adat Minangkabau pertama kali dicetuskan oleh dua orang bersaudara, Datuk Ketumanggungan dan Datuk Perpatih Nan Sebatang. Datuk Ketumanggungan mewariskan sistem adat Koto Piliang yang aristokratis, sedangkan Datuk Perpatih mewariskan sistem adat Bodi Caniago yang egaliter. Dalam perjalanannya, dua sistem adat yang dikenal dengan kelarasan ini saling isi mengisi dan membentuk sistem masyarakat Minangkabau.

                Dalam masyarakat Minangkabau, ada tiga pilar yang membangun dan menjaga keutuhan budaya serta adat istiadat. Mereka adalah alim ulama, cerdik pandai, dan ninik mamak, yang dikenal dengan istilah Tungku Tigo Sajarangan. Ketiganya saling melengkapi dan bahu membahu dalam posisi yang sama tingginya. Dalam masyarakat Minangkabau yang demokratis dan egaliter, semua urusan masyarakat dimusyawarahkan oleh ketiga unsur itu secara mufakat.
  
4. Matrilineal

                Saat ini masyarakat Minang merupakan masyarakat penganut matrilineal terbesar di dunia. Matrilineal merupakan salah satu aspek utama dalam mendefinisikan identitas masyarakat Minang. Adat dan budaya mereka menempatkan pihak perempuan bertindak sebagai pewaris harta pusaka dan kekerabatan. Garis keturunan dirujuk kepada ibu yang dikenal dengan Samande (se-ibu), sedangkan ayah mereka disebut oleh masyarakat dengan nama Sumando (ipar) dan diperlakukan sebagai tamu dalam keluarga.

                Kaum perempuan di Minangkabau memiliki kedudukan yang istimewa sehingga dijuluki dengan Bundo Kanduang, memainkan peranan dalam menentukan keberhasilan pelaksanaan keputusan-keputusan yang dibuat oleh kaum lelaki dalam posisi mereka sebagai mamak (paman atau saudara dari pihak ibu), dan penghulu (kepala suku). Pengaruh yang besar tersebut menjadikan perempuan Minang disimbolkan sebagai Limpapeh Rumah Nan Gadang (pilar utama rumah). Walau kekuasaan sangat dipengaruhi oleh penguasaan terhadap aset ekonomi namun kaum lelaki dari keluarga pihak perempuan tersebut masih tetap memegang otoritas atau memiliki legitimasi kekuasaan pada komunitasnya.

5.       Bahasa

                Bahasa Minangkabau termasuk salah satu anak cabang rumpun bahasa Austronesia. Walaupun ada perbedaan pendapat mengenai hubungan bahasa Minangkabau dengan bahasa Melayu, ada yang menganggap bahasa yang dituturkan masyarakat ini sebagai bagian dari dialek Melayu, karena banyaknya kesamaan kosakata dan bentuk tuturan di dalamnya, sementara yang lain justru beranggapan bahasa ini merupakan bahasa mandiri yang berbeda dengan Melayu serta ada juga yang menyebut bahasa Minangkabau merupakan bahasa Proto-Melayu. Selain itu dalam masyarakat penutur bahasa Minang itu sendiri juga sudah terdapat berbagai macam dialek bergantung kepada daerahnya masing-masing.

                Pengaruh bahasa lain yang diserap ke dalam bahasa Minang umumnya dari Sanskerta, Arab, Tamil, dan Persia. Kemudian kosakata Sanskerta dan Tamil yang dijumpai pada beberapa prasasti di Minangkabau telah ditulis menggunakan bermacam aksara di antaranya Dewanagari, Pallawa, dan Kawi. Menguatnya Islam yang diterima secara luas juga mendorong masyarakatnya menggunakan Abjad Jawi dalam penulisan sebelum berganti dengan Alfabet Latin.

6.       Kesenian

                Masyarakat Minangkabau memiliki berbagai macam atraksi dan kesenian, seperti tari-tarian yang biasa ditampilkan dalam pesta adat maupun perkawinan. Di antara tari-tarian tersebut misalnya :
  • Tari Pasambahan 
Merupakan tarian yang dimainkan dengan maksud sebagai ucapan selamat datang ataupun ungkapan rasa hormat kepada tamu istimewa yang baru saja sampai.
  • Tari Piring

Merupakan bentuk tarian dengan gerak cepat dari para penarinya sambil memegang piring pada telapak tangan, masing-masing yang diiringi dengan lagu yang dimainkan oleh talempong dan saluang.
  • Silek atau Silat Minangkabau

Merupakan suatu seni bela diri tradisional khas suku ini yang sudah berkembang sejak lama. Dewasa ini Silek tidak hanya diajarkan di Minangkabau saja, namun juga telah menyebar ke seluruh Kepulauan Melayu bahkan hingga ke Eropa dan Amerika
  • Tari randai

Merupakan tarian yang bercampur dengan silek. Randai biasa diiringi dengan nyanyian atau disebut juga dengan sijobang. Dalam randai ini juga terdapat seni peran (acting) berdasarkan skenario

      Minangkabau juga sangat menonjol dalam seni berkata-kata. Terdapat tiga genre seni berkata-kata, yaitu pasambahan (persembahan), indang, dan salawat dulang. Seni berkata-kata atau bersilat lidah, lebih mengedepankan kata sindiran, kiasan, ibarat, alegori, metafora, dan aforisme. Dalam seni berkata-kata seseorang diajarkan untuk mempertahankan kehormatan dan harga diri, tanpa menggunakan senjata dan kontak fisik.

7.       Olahraga

                Beberapa pertandingan tradisional lainnya yang masih dilestarikan dan menjadi hiburan bagi masyarakat Minang antara lain :
  • Pacuan Kuda
Merupakan olahraga berkuda yang telah lama ada di nagari-nagari Minang, dan sampai saat ini masih diselenggarakan oleh masyarakatnya, serta menjadi perlombaan tahunan yang dilaksanakan pada kawasan yang memiliki lapangan pacuan kuda. Beberapa pertandingan tradisional lainnya yang masih dilestarikan dan menjadi hiburan bagi masyarakat Minang antara lain lomba pacu jawi dan pacu itik.
  • Sipak rago atau nama lainnya sepak takraw
Merupakan olah raga masyarakat tradisional minang yang dimainkan sedikitnya lima atau empat orang, bolanya terbuat dari anyaman rotan dan bola ditendang dari setinggi pinggang sampai setinggi kepala oleh sekelompok orang yang berdiri melingkar

8.       Rumah adat
 
                Rumah adat suku Minangkabau disebut dengan Rumah Gadang. Rumah adat ini dibuat berbentuk empat persegi panjang dan dibagi atas dua bagian muka dan belakang. Umumnya berbahan kayu, dan sepintas kelihatan seperti bentuk rumah panggung dengan atap yang khas menonjol seperti tanduk kerbau yang biasa disebut gonjong. Dahulunya atap ini berbahan ijuk sebelum berganti dengan atap seng. Di halaman depan Rumah Gadang, biasanya didirikan dua sampai enam buah Rangkiang yang digunakan sebagai tempat penyimpanan padi milik keluarga yang menghuni Rumah Gadang tersebut.

Hanya kaum perempuan bersama suaminya beserta anak-anak yang menjadi penghuni Rumah Gadang, sedangkan laki-laki kaum tersebut yang sudah beristri, menetap di rumah istrinya. Jika laki-laki anggota kaum belum menikah, biasanya tidur di surau (musholah). Surau biasanya dibangun tidak jauh dari komplek Rumah Gadang tersebut, selain berfungsi sebagai tempat ibadah, juga berfungsi sebagai tempat tinggal lelaki dewasa namun belum menikah.

9.       Perkawinan
 
                Prosesi perkawinan adat Minangkabau disebut baralek, mempunyai beberapa tahapan yang umum dilakukan yaitu :
  •         Maminang (meminang)
  •         Manjapuik marapulai (menjemput pengantin pria)
  •         Basandiang (bersanding di pelaminan).

10.   Masakan khas
 
Istilah "Masakan Minangkabau" telah terlanjur dikenal masyarakat awam dengan sebutan Masakan Padang dengan ciri khas menggunakan santan dan daging, memiliki rasa pedas dari penggunaaan bumbu dan rempah-rempah yang kaya, seperti cabai, serai, lengkuas, kunyit, jahe, bawang putih dan bawang merah. Beberapa di antaranya diketahui memiliki aktivitas antimikroba yang kuat, sehingga tidak mengherankan jika ada masakan Minang yang dapat bertahan lama. Masakan ini lebih dikenal dengan sebutan Masakan Padang,
Resep makanan dan variasi masakan Sumatera Barat bukan hanya berasal dari kota Padang melainkan gabungan beberapa kuliner daerah, kota atau kabupatennya, antara lain Bukittinggi, Padang, Padang Panjang, Payakumbuh, Solok, Batusangkar, Agam, Dharmasraya dan sebagainya.
Berdasarkan cara pembuatannya makanan minangkabau itu dirandang, digulai, dibakar, dilempap, direbus, diulam (makanan mentah). Masakan Minangkabau ini akan lebih nikmat jika cara membuatnya menggunakan tunggu (bukan api kompor).
Salah satu masakan tradisional Minang yang terkenal adalah Rendang, yang mendapat pengakuan dari seluruh dunia sebagai hidangan terlezat. Masakan yang khas lainnya antara lain Asam Pedas, Soto Padang, Sate Padang, dan Dendeng Balado.

11.   Persukuan
 
                Suku dalam tatanan Masyarakat Minangkabau merupakan basis dari organisasi sosial, sekaligus tempat pertarungan kekuasaan yang fundamental. Setiap suku dalam tradisi Minang diurut dari garis keturunan yang sama dari pihak ibu, dan diyakini berasal dari satu keturunan nenek moyang yang sama.

                Suku terbagi-bagi ke dalam beberapa cabang keluarga yang lebih kecil atau disebut payuang (payung). Adapun unit yang paling kecil setelah sapayuang disebut saparuik. Sebuah paruik (perut) biasanya tinggal pada sebuah Rumah Gadang secara bersama-sama.

12.   Nagari
 
                Daerah Minangkabau terdiri atas banyak nagari. Nagari ini merupakan daerah otonom dengan kekuasaan tertinggi di Minangkabau. Tidak ada kekuasaan sosial dan politik lainnya yang dapat mencampuri adat di sebuah nagari. Nagari yang berbeda akan mungkin sekali mempunyai tipikal adat yang berbeda.

                Tiap nagari dipimpin oleh sebuah dewan yang terdiri dari pemimpin suku dari semua suku yang ada di nagari tersebut. Dewan ini disebut dengan Kerapatan Adat Nagari (KAN). Dari hasil musyawarah dan mufakat dalam dewan inilah sebuah keputusan dan peraturan yang mengikat untuk nagari itu dihasilkan.

                Dalam pembentukan suatu nagari sejak dahulunya telah dikenal dalam istilah pepatah yang ada pada masyarakat adat Minang itu sendiri yaitu Dari Taratak manjadi Dusun, dari Dusun manjadi Koto, dari Koto manjadi Nagari, Nagari ba Panghulu. Jadi dalam sistem administrasi pemerintahan di kawasan Minang dimulai dari struktur terendah disebut dengan Taratak, kemudian berkembang menjadi Dusun, kemudian berkembang menjadi Koto dan kemudian berkembang menjadi Nagari. Biasanya setiap nagari yang dibentuk minimal telah terdiri dari 4 suku yang mendomisili kawasan tersebut. Selanjutnya sebagai pusat administrasi nagari tersebut dibangunlah sebuah Balai Adat sekaligus sebagai tempat pertemuan dalam mengambil keputusan bersama para penghulu di nagari tersebut.

13.   Penghulu
 
                Penghulu atau biasa yang digelari dengan datuk, merupakan kepala kaum keluarga yang diangkat oleh anggota keluarga untuk mengatur semua permasalahan kaum. Penghulu biasanya seorang laki-laki yang terpilih di antara anggota kaum laki-laki lainnya. Setiap kaum-keluarga akan memilih seorang laki-laki yang pandai berbicara, bijaksana, dan memahami adat, untuk menduduki posisi ini. Hal ini dikarenakan ia bertanggung jawab mengurusi semua harta pusaka kaum, membimbing kemenakan, serta sebagai wakil kaum dalam masyarakat nagari. Setiap penghulu berdiri sejajar dengan penghulu lainnya, sehingga dalam rapat-rapat nagari semua suara penghulu yang mewakili setiap kaum bernilai sama.

14.   Kerajaan
 
Beberapa kerajaaan yang ada di wilayah Minangkabau antara lain :
  • Kerajaan Dharmasraya
  • Kerajaan Pagaruyung
  • Kerajaan Inderapura.
15.   Agama
 
Budaya Minangkabau pada mulanya bercorakkan budaya animisme dan Hindu - Budha. Kemudian sejak kedatangan para reformis Islam dari Timur Tengah pada akhir abad ke-18, adat dan budaya Minangkabau yang tidak sesuai dengan hukum islam dihapuskan. Para ulama yang dipelopori oleh Haji Piobang, Haji Miskin, dan Haji Sumanik, mendesak Kaum Adat untuk mengubah pandangan budaya Minang yang sebelumnya banyak berkiblat kepada budaya animisme dan Hindu-Budha, untuk berkiblat kepada syariat islam. Budaya menyabung ayam, mengadu kerbau, berjudi, minum tuak, diharamkan dalam pesta-pesta adat masyarakat Minang.

Reformasi budaya di Minangkabau terjadi setelah Perang Padri yang berakhir pada tahun 1837. Hal ini ditandai dengan adanya perjanjian di Bukit Marapalam antara alim ulama, tokoh adat, dan cadiak pandai (cerdik pandai). Mereka bersepakat untuk mendasarkan adat budaya Minang pada syariat Islam. Kesepakatan tersebut tertuang dalam Adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah. Syarak mangato adat mamakai. (Adat bersendikan kepada syariat, syariat bersendikan kepada Al- kuran).

Sejak reformasi budaya dipertengahan abad ke-19, pola pendidikan dan pengembangan manusia di Minangkabau berlandaskan pada nilai-nilai Islam. Sehingga sejak itu, setiap kampung atau jorong di Minangkabau memiliki masjid, selain surau yang ada di tiap-tiap lingkungan keluarga. Pemuda Minangkabau yang beranjak dewasa, diwajibkan untuk tidur di surau. Di surau, selain belajar mengaji, mereka juga ditempa latihan fisik berupa ilmu bela diri pencak silat.

16.   Harta pusaka
 
Dalam budaya Minangkabau terdapat dua jenis harta pusaka, yakni harta pusaka tinggi dan harta pusaka rendah

Harta pusaka tinggi adalah harta milik seluruh anggota keluarga yang diperoleh secara turun temurun melalui pihak perempuan. Harta ini berupa rumah, sawah, ladang, kolam, dan hutan. Anggota kaum memiliki hak pakai dan biasanya pengelolaan diatur oleh datuk kepala kaum. Hak pakai dari harta pusaka tinggi ini antara lain: hak membuka tanah, memungut hasil, mendirikan rumah, menangkap ikan hasil kolam, dan hak menggembala.

Pada hakikatnya, harta pusaka tinggi merupakan amanah dari leluhur yang tidak diketahui siapa pemilik aslinya, dan diwasiatkan berdasarkan garis keturunan ibu. Harta pusaka tinggi termasuk kategori wakaf, yang boleh dimanfaatkan oleh pihak keluarga namun tidak boleh diperjualbelikan dan hanya boleh digadaikan namun harus dimusyawarahkan dahulu dengan petinggi kaum, diutamakan di gadaikan kepada suku yang sama tetapi dapat juga di gadaikan kepada suku lain.

Tergadainya harta pusaka tinggi karena empat hal:
  • Gadih gadang indak balaki (perawan tua yang belum bersuami)
Jika tidak ada biaya untuk mengawinkan anak wanita, sementara umurnya sudah telat.
  • Mayik tabujua di ateh rumah (mayat terbujur di atas rumah)
Jika tidak ada biaya untuk mengurus jenazah yang harus segera dikuburkan.
  •  Rumah gadang katirisan (rumah besar bocor)
Jika tidak ada biaya untuk renovasi rumah, sementara rumah sudah rusak dan lapuk sehingga tidak layak huni.
  • Mambangkik batang tarandam (membongkar kayu yang terendam)
Jika tidak ada biaya untuk pesta pengangkatan penghulu ( Datuk ) atau biaya untuk menyekolahkan seorang anggota kaum ke tingkat yang lebih tinggi.

17.   Masyarakat Minangkabau
 
Sebutan orang Minang seringkali disamakan sebagai orang Padang, hal ini merujuk pada nama ibu kota provinsi Sumatera Barat yaitu kota Padang. Namun, masyarakat ini biasanya akan menyebut kelompoknya dengan sebutan urang awak, yang bermaksud sama dengan orang Minang itu sendiri.



Referensi :

"Warga Minang Sidney Peduli Syiar Islam"Harian SinggalangHYPERLINK "http://hariansinggalang.co.id/warga-minang-sidney-peduli-syiar-islam"HYPERLINK "http://hariansinggalang.co.id/warga-minang-sidney-peduli-syiar-islam"






Read Users' Comments (0)

0 Response to "MINANGKABAU"

Posting Komentar